Jakarta – Anjak Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Pitra A. Ratulangi menyampaikan bahwa Kepolisian telah menyelesaikan 15.811 perkara melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice). Jumlah itu dihimpun sejak 2021 hingga 2022.
“Polisi berhasil menangani 9,3 persen perkara dengan mekanisme keadilan restoratif,” jelas Kombes Pol. Pitra dalam diskusi bertajuk Kontekstualisasi Implementasi Keadilan Restoratif di Indonesia di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Sejak Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Restorative Justice diterbitkan, terdapat 275.500 kasus tindak pidana. Dari jumlah itu, polisi menyelesaikan 170.000 perkara dan sebanyak 15.811 di antaranya melalui mekanisme keadilan restoratif. Kombes Pitra menjelaskan, jika 15.811 kasus tersebut tidak ditangani melalui mekanisme keadilan restoratif, otomatis akan berimbas pada meningkatnya kapasitas Lapas atau over kapasitas.
“Ini banyak positifnya. Mencegah membeludak penghuni lapas, dan dari segi waktu tidak banyak yang dikerjakan oleh penyidik,” kata dia. Tidak hanya itu, penerapan keadilan restoratif di kepolisian juga menghemat anggaran karena tidak perlu lagi melakukan pemanggilan, pemeriksaan dan lain sebagainya dalam sebuah perkara.
Pitra menyebutkan Polda Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Utara merupakan instansi yang paling banyak menerapkan keadilan restoratif dalam menyelesaikan kasus. Sementara Polda Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Polda Bengkulu adalah tiga instansi yang paling rendah dalam menerapkan keadilan restoratif,. Khusus penghentian penyidikan melalui mekanisme keadilan restoratif, lanjut dia, paling banyak diterapkan Polda Sumatera Utara, Polda Jawa Timur, dan Polda Jawa Barat.
“Sebaliknya, yang paling sedikit menghentikan kasus melalui keadilan restoratif ialah Polda Kalimantan Timur, Polda Bengkulu, dan Polda Nusa Tenggara Timur,” kata Pitra.